Laporan Penelitian: Pertanian Organik Vs Pertanian Konvensional

A. Latar Belakang Masalah

Ratusan petani dari berbagai desa di Bangkalan pernah mendemo Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan November 2022 lalu. Para petani menuntut dinas pertanian segera menyalurkan pupuk bersubsidi. Karena saat memasuki musim tanam padi, stok pupuk ‘kosong’. Koordinator aksi Holilurrahman mengatakan bahwa petani sulit mendapatkan pupuk bersubsidi di kios yang telah ditunjuk di setiap desa. “Saat ini mestinya mulai menanam, namun pupuk yang kami butuhkan tak tersedia. Hal ini sangat merugikan petani karena bisa menyebabkan gagal panen” ujarnya. Holil juga menuntut Dinas Pertanian Bangkalan lebih tegas kepada para distributor dan agen pupuk. Hal ini perlu dilakukan agar penyaluran pupuk tidak macet atau disalahgunakan pihak yang tak bertanggung jawab. Ia juga meminta dinas pertanian lebih transparan dengan sistem E-RDKK (yang digunakan petani untuk memperoleh pupuk bersubsidi) Selain itu, program kartu Tani di Bangkalan juga tak berjalan lancar. “Kami berharap, penyuluh dan Kelompok Tani (Poktan) lebih aktif sosialisasi pada warga agar program itu berjalan lebih baik,” tuturnya.

Kepada para wartawan, Kepala Dinas Pertanian Bangkalan, Puguh Santoso mengaku pihaknya telah meminta PT Pupuk Indonesia untuk mengirimkan 200 ton pupuk (per hari) ke Bangkalan memasuki musim tanam padi. Sayangnya, hingga akhir tahun 2022 permintaan itu belum dipenuhi. Sementara itu, perwakilan PT Pupuk Indonesia mengatakan pihaknya telah menyalurkan pupuk sesuai dengan aturan, dimana pengiriman pupuk dilakukan langsung dari gudang pusat ke Bangkalan, sesuai aturan alokasi pupuk tiap kabupaten. Sementara itu, salah satu distributor pupuk bernama Putri Wanda mengatakan bahwa terdapat 5 distributor pupuk di Bangkalan yang mengatur kebutuhan pupuk di semua kecamatan. Ia mengaku bertanggung jawab pada 3 kecamatan yakni Kokop, Tanjung Bumi, dan Sepulu. “Untuk di wilayah saya, alokasi pupuk di Kokop 1.289 ton dan sudah tersalurkan 1.180. Sisa 109 ton yang belum disalurkan,” ucapnya.

Namun pernyataan distributor pupuk itu ditepis oleh Kepala Desa Kokop yang mengaku kesulitan mendapat jatah pupuk bersubsidi. Bahkan dirinya harus mengeluarkan uang pribadi untuk membeli pupuk yang dibutuhkan warganya. “Saking sulitnya mendapat

pupuk, saya sampai membeli 3 ton pupuk untuk para petani. Jangan gampang mengklaim banyak pupuk yang terserap, karena buktinya masih banyak petani sulit mendapat pupuk,” tegas kepala desa.

Persoalan lain yang memberatkan para petani yang tergantung pada pupuk kimia adalah kebijakan Menteri Pertanian yang mencabut sebagian subsidi pupuk. Dengan lahirnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022, maka sejak tahun ini Pemerintah hanya membatasi subsidi pupuk hanya jenis Urea dan NPK. Selain itu, subsidi pupuk yang sebelumnya diberikan pada 70 komoditas pertanian, di tahun 2023, cuma menyisakan subsidi bagi sembilan komoditas utama saja, yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu, kopi dan kakao.

Dari hasil observasi awal yang dilakukan di Bangkalan, rata-rata petani masih tergantung pada pupuk kimia. Sepertinya tingkat pemahaman para petani Bangkalan bahwa pupuk organik lebih bermanfaat dari pupuk kimia (khususnya jangka panjang) masih rendah. Sehingga jarang petani yang mau memakai, apalagi membuat sendiri pupuk organik. Dalam kondisi seperti ini, dimana kelangkaan pupuk makin sering terjadi, sementara sebagian subsidi pupuk juga dicabut, ada baiknya petani Bengkalan belajar dari apa yang dilakukan para petani Banyuwangi.

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia, puluhan petani Banyuwangi, Jawa Timur memilih belajar soal pupuk organik. Pelatihan pembuatan pupuk organik hayati (dengan reaktor) itu dilakukan di Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, akhir November 2022 lalu. Kegiatan tersebut adalah kolaborasi antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama dengan East West Seed Indonesia (Ewindo) Indonesia.

Direktur East West Seed Indonesia (Ewindo) Afrizal Gindow mengatakan bahwa penggunaan ‘ramuan’ pupuk organik hayati ini cukup efektif. Menurutnya, makin banyak petani yang tak lagi bergantung pada pupuk kimia.”Berdasarkan studi yang dilakukan oleh IPB di beberapa wilayah pertanian, pemakaian pupuk organik ini terbukti efektif. Karena sifat pupuk hayati ini merangsang struktur tanah menjadi lebih sehat,” kata Afrizal kepada wartawan. Berdasarkan pengujian di musim tanam sebelumnya, setelah memakai pupuk organik ini, hasil panen petani cabe meningkat hingga 11 ton/hektar. Padahal saat masih memakai pupuk kimia, panen cabe sekitar 9 ton/hektar.

Apa yang disampaikan direktur Ewindo, Afrizal Gindow sepertinya layak dicermati. Karena tahun lalu sejumlah petani muda di Lamongan juga melepas ketergantungan pada pupuk kimia. Berkat kegigihan dan semangat untuk hidup lebih baik, mereka sukses menanam buah melon jenis Fujisawa secara organik. Budidaya Melon Fujisawa ini dirintis oleh pemuda dan kelompok tani di Desa Kembangan, Kecamatan Sekaran, Lamongan. “Mulai dari saat menyemai hingga menanam dan buah siap panen, kita tidak menggunakan pupuk kimia sedikitpun,” kata Ketua Pusat Pengembangan Agen Hayati (PPAH) Desa Kembangan Agus Suryanto.

Dari hasil uji coba pupuk organik di Banyuwangi dan Lamongan itu, rasanya sudah waktunya petani di Bangkalan mendapatkan pelatihan dan pendampingan untuk bertani organik. Apalagi dari hasil wawancara awal dengan beberapa petani yang telah lama memakai pupuk kimia, ditemukan fakta bahwa makin lama dan makin banyak pupuk kimia dipakai, maka kesuburan tanah juga makin menurun. Indikasinya, tanah kebun/sawah petani yang memakai pupuk kimia lebih dari tiga tahun, tanahnya akan makin keras, kurang subur dan panen juga lebih sedikit.

B. Rumusan Masalah

Untuk membantu pengumpulan data penelitian dan menyusun laporan soal keberlanjutan pertanian organik di Bangkalan, peneliti akan merumuskan dalam pertanyaan yang fokus pada:

  1. Berapa biaya yang dibutuhkan dalam satu musim panen untuk pertanian yang menggunakan pupuk kimia dan pertanian yang menggunakan pupuk organik?
  2. Bagaimana perbandingan hasil panen dari kedua pertanian tersebut selama 3-5 tahun terakhir?
  3. Bagaimana perbandingan dampak penggunaan pupuk organik dan pupuk kimia terhadap tanah sawah?

C. Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka (riset dari media dan hasil penelitian sebelumnya) dan wawancara dengan sejumlah narasumber yang kompeten dan relevan.

D.  Tujuan Penelitian

Penelitian pertanian dengan menggunakan pupuk kimia dibandingkan dengan bertani organik dilakukan untuk menguji hipotesa kami bahwa bercocok tanam dengan memakai pupuk organik lebih hemat dibandingkan dengan pupuk kimia. Sehingga petani juga memperoleh untung lebih. Manfaat lain dari pupuk organik adalah lebih ramah

lingkungan. Dengan demikian, peluang hidup usaha pertanian akan lebih besar (lebih berkelanjutan) jika memilih bertani organik.

E. Pemaparan Data Lapangan

Dari wawancara yang dilakukan tim peneliti pertanian, diperoleh data sebagai berikut:

  1. Pertanian dengan pupuk kimia.

Peneliti menggunakan tiga sampel petani dengan pupuk kimia, yaitu:

a. Bapak Siha warga Desa Karpote Kecamatan Blega.

Lahan pertanian yang digunakan oleh bapak Siha seluas 10.000 m2 (1ha). Bapak Siha telah bertani selama 10 tahun (2013-2023). Sejak awal bertani beliau memilih menggunakan pupuk kimia karena beranggapan bahwa pupuk kimia bisa mempercepat proses pertumbuhan padi, sehingga bisa panen lebih cepat juga. Namun diakuinya bahwa hasil panennya selalu naik turun, bahkan dalam dua tahun terakhir hasil panennya sempat gagal, karena kesulitan mendapatkan pupuk sehingga padinya tumbuh tidak normal.

Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus diakuinya juga menyebabkan masalah kondisi tanah yang mengalami penurunan kesuburan hingga 80%. Saat awal bertani dulu, setelah masa panen kondisi tanah masih tetap bagus. Namun setelah penggunaan pupuk kimia, ikan-ikan sudah tidak ada lagi, dan setelah masa panen memasuki musim kemarau tanah menjadi tandus serta kering keras. Untuk meminimalisir efek samping penggunaan pupuk kimia, Bapak Siha memakai kotoran sapi dan sisa jerami busuk. Ada kalanya dia memakai garam saat memasuki masa tanam kacang. Hal ini diyakininya dapat menyerap racun-racun kimia di dalam tanah.

Dalam sekali masa tanam, bapak Siha menggunakan 8 sak (400kg) pupuk urea warna putih dan merah. Menurutnya, semakin banyak pupuk yang digunakan maka hasil panen akan semakin bagus. Total biaya yang dihabiskan oleh bapak Siha di satu musim tanam tahun 2023 ini mencapai Rp. 9.500.000,00 dengan rincian kebutuhan pupuk 8 sak (400kg), membeli bibit, tenaga kerja laki-laki Rp. 100.000,00/hari, tenaga kerja perempuan Rp. 80.000,00/hari, biaya sewa traktor Rp. 50.000/jam. Dari total biaya tersebut, beliau mendapatkan hasil panen sekitar Rp. 18.600.000,00.

Saat peneliti menawarkan bapak Siha untuk beralih menggunakan pupuk organik agar tidak terus bergantung pada pupuk kimia yang terus mengalami kenaikan harga, beliau menyambut dengan baik. Ada keinginan menggunakan pupuk organik untuk mengurangi biaya bertani dan untuk menghindari turunnya hasil panen. Namun kendalanya adalah dia tidak tahu ilmu pertanian organik.

b. Bapak Ghozali warga Desa Batokaban Kecamatan Konang.

Lahan pertanian yang digunakan oleh bapak Ghozali seluas 2.500 m2 (0,25ha). Bapak Ghozali telah bertani selama 12 tahun (2011-2023). Sejak awal beliau menggunakan pupuk kimia urea merah dan putih, karena menurutnya hasilnya lebih signifikan dan prosesnya lebih mudah. Diakui oleh bapak Ghozali bahwa permintaan tanah terhadap pupuk kian bertambah dan harga pupuk juga semakin mahal. Saat ini (tahun 2023) kebutuhan pupuk mencapai 3 sak (150kg). Sedangkan untuk hasil panen setiap musim tidak menentu, namun hal tersebut tidak hanya disebabkan oleh pupuk kimia saja, curah hujan juga sangat menentukan hasil panen, karena di sana masuk kategori sawah tadah hujan. Selama tiga tahun terakhir, total biaya yg digunakan bapak Ghozali untuk menggarap sawahnya dalam satu musim tanam sekitar Rp. 2000.000,00 dan padi yang dihasilkan rata-rata 40-50 karung dengan berat 40kg per karung. Jika dihitung rata-rata hasil panen 45 karung, dengan harga gabah di desanya Rp.5.000,00/kg maka hasil panen yang diperoleh sebesar Rp.9.000.000,00.

Menurut bapak Ghozali, akibat dari penggunaan pupuk kimia secara terus- menerus, dapat terlihat dari tekstur tanah yang mengalami perubahan menjadi lebih padat dan lumpurnya tidak halus lagi. Beliau masih ingat bahwa dulu di sawah banyak ikan, belut dan hewan lainnya, dan sekarang semua itu jarang sekali ditemukan. Menurutnya hal ini selain disebabkan pemakaian pupuk kimia juga disebabkan oleh pemakaian pestisida kimia. Untuk meminimalisir dampak tersebut, bapak Ghozali menggunakan kotoran sapi dan jerami yang sudah busuk untuk ditabur di sepanjang sawah.

Saat peneliti menawarkan bapak Ghozali untuk beralih menggunakan pupuk organik, beliau cukup tertarik, namun ada hal yang dirasakan cukup berat olehnya, diantaranya: tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang pertanian organik, pertanian organik dirasa cukup merepotkan karena banyak yang harus dikerjakan, rasa takut tidak berhasil atau gagal panen. Sedangkan kalau pupuk kimia cukup praktis dan mudah diaplikasikan.

c. Ibu Sayyidah warga Desa Karpote Kecamatan Blega.

Ibu sayyidah telah bertani selama 10 tahun (2013-2023) dengan luas sawah 2 petak. Sawahnya sudah menggunakan pupuk kimia sejak bapaknya masih bertani selama 13 tahun, karena menurutnya dengan menggunakan pupuk kimia, padi sangat cepat tumbuh. Mengenai kondisi lahan akibat penggunaan pupuk kimia secara terus- menerus, hampir sama dengan keterangan dua nara sumber sebelumnya, bahwa lahan sudah mengalami penurunan kesuburan dan setelah panen memasuki musim kemarau, tanah mulai tandus serta kering keras. Untuk meminimalisir kondisi tersebut, ibu Sayyidah juga menggunakan kotoran sapi dan sisa jerami yang busuk.

Dalam satu kali musim tanam, ibu Sayyidah menggunakan modal sebesar Rp. 1.000.000,00 untuk membeli pupuk, bibit, tenaga kerja laki-laki dan perempuan, serta sewa traktor. Saat panen ibu Sayyidah memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp. 2.000.000,00. Menurut ibu Sayyidah, jika harga pupuk terus mengalami kenaikan hingga dua kali lipat, maka beliau tidak bisa lagi menggunakan pupuk kimia, karena jika dihitung nantinya akan rugi.

2. Pertanian dengan pupuk organik.

Untuk pertanian dengan pupuk organik, peneliti menggunakan dua sampel petani organik, yaitu:

  1. Bapak Holil warga Desa Durin Timur Kecamatan Konang.

Bapak Holil adalah warga Desa Durinan Timur Kecamatan Blega. Memiliki luas lahan dua petak (800 m2), dan sudah memasuki tahun ketiga bertani organik dimulai sejak tahun 2021. Bapak Holil mulai bertani dengan menggunakan pupuk kimia sejak tahun 2002 dan mulai beralih kepada pertanian organik sejak beliau menyadari bahwa ada yang salah dari caranya bertani. Menurut pengamatannya, saat beliau menggunakan pupuk kimia, kualitas tanah semakin buruk dan hasil panen juga semakin tidak bagus, baik dari segi kualitas padi maupun kuantitasnya. Bapak Holil kemudian dipertemukan dengan bapak Syukron yang sudah mahir bertani organik. Dari situlah kemudian beliau mulai bertani organik dengan sedikit menggunakan pupuk kimia sebagai perangsang.

Setelah beralih kepada pupuk organik, banyak sekali perubahan positif yang terjadi dalam proses bertani bapak Holil, diantaranya:

a) Bisa lebih memakmurkan keluarganya dibanding saat masih 100% menggunakan pupuk kimia;

Menurut bapak Holil, bertani organik selain bisa lebih memakmurkan keluarganya, tidak ada kendala khusus dalam menjalaninya. Hanya saja pertanian organik membutuhkan tenaga yang lebih besar dibanding petanian kimia. Jadi harus ada kemauan yang kuat dan kerja keras untuk melakukannya.

b) Biaya bertani jauh lebih hemat;

Saat masih menggunakan pupuk kimia, pengetahuan bapak Holil tentang pertanian masih sangat lemah. Pada saat itu, beliau hanya bertani dengan cara mengikuti sistem pertanian yang sudah dilakukan petani lain pada umumnya. Setelah belajar tentang pertanian organik, beliau bisa menghemat biaya pupuk, biaya tenaga kerja dan biaya bibit.

Untuk penggunaan pupuk dengan lahan dua petak sawah seluas 800 m2, bapak Holil menggunakan dua liter pupuk organik senilai Rp. 50.000,00 dan tambahan pupuk kimia senilai Rp. 50.000,00. Sedangkan pada saat menggunakan pupuk kimia sepenuhnya, beliau membutuhkan 2 karung pupuk urea putih dengan total harga Rp. 220.000,00, 2 karung pupuk urea hitam dengan total harga Rp. 270.000,00. Untuk tenaga kerja saat sudah beralih ke organik, bapak Holil membutuhkan 7 orang pekerja dengan upah Rp. 30.000,00 per orang. Sedangkan sebelumnya beliau membutuhkan 15 orang pekerja dengan upah yang sama. Itu artinya bapak Holil sudah menghemat 50% biaya tenaga kerja. Demikian juga dengan bibit yang bisa dihemat oleh bapak Holil. Setelah beralih ke organik, beliau hanya membutuhkan bibit sebanyak 10kg dengan harga Rp. 10.000,00 per kg. sedangkan sebelumnya, bibit yang digunakan sebanyak 15kg dengan harga yang sama. Bapak Holil hanya membutuhkan tenaga kerja untuk penanaman bibit saja, sedangkan untuk membajak sawah dilakukan sendiri olehnya.

Penghematan yang berhasil dilakukan oleh bapak Holil ini disebabkan karena setelah belajar pertanian organik, ditemukan bahwa teknik penanaman bibit padinya salah. Dulu bapak Holil maupun petani lainnya, menanam bibit padi dengan jarak yang sangat dekat, sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja. Namun rupanya cara tersebut tidak tepat, karena harus ada jarak yang agak jauh antar bibit, sehingga membutuhkan tenaga kerja dan bibit yang lebih sedikit juga.

Untuk lebih memudahkan melihat penghematan biaya yang sudah dilakukan bapak Holil, dapat dilihat melalui table di bawah ini:

Biaya pertanian organik Bapak Holil

Tabel 1

No.KebutuhanHarga satuanTotal harga
1.2 L pupuk cair organik 50.000,00
2.Pupuk kimia 50.000,00
3.7 tenaga kerja30.000,00210.000,00
4.10 kg bibit padi10.000,00100.000,00
Total410.000,00

Tabel 2

Biaya pertanian kimia Bapak Holil

No.KebutuhanHarga satuanTotal harga
1.2 karung urea putih110.000,00220.000,00
2.2 karung urea hitam135.000,00270.000,00
3.15 tenaga kerja30.000,00450.000,00
4.15 kg bibit padi10.000,00150.000,00
Total1.090.000,00

c). Kondisi tanah semakin bagus, tidak tandus seperti sebelumnya;

Sejak beralih menggunakan pupuk organik, Bapak Holil merasakan betul bahwa kondisi lahannya semakin bagus dan tidak tandus seperti sebelumnya.

d) Hasil panen jauh lebih banyak dan bagus;

Menurut pengamatan bapak Holil, kualitas padi dengan pupuk organik lebih bagus dibanding padi yang menggunakan pupuk kimia. Saat murni menggunakan pupuk kimia, pertanian bapak Holil mengahsilkan 12 karung gabah dengan berat perkarung 40 kg. Dengan harga gabah Rp. 6.000,00 bapak Holil bisa mendapatkan uang sebesar Rp. 2. 880.000,00.

Saat beralih menggunakan pupuk kimia, pada tahun pertama bapak Holil memperoleh hasil panen sebnayak 18 karung gabah, dan pada tahun kedua beliau memperoleh 22 karung gabah. Jika diasumsikan hasil panen rata-ratanya sebanyak 20 karung gabah, maka beliau bisa mendapatkan uang sebanyak Rp. 4.880.000,00.

Untuk perbandingan biaya dan hasil panen yang diperoleh bapak Holil, bisa dilihat melalui tabel berikut ini:

Tabel 3

Perbandingan biaya dan hasil panen pertanian Bapak Holil

No.Jenis PertanianBiaya/ModalHasil PanenLaba
1. 2.Pertanian organik Pertanian kimia410.000,00 1.090.000,004.880.000,00 2.880.000,004.470.000,00 1.790.000,00
Selisih680.000,002.000.000,002.680.000,00

Dari hasil panen yang memuaskan tersebut, bapak Holil berharap akan banyak warga sekitar yang tertarik untuk beralih kepada pertanian organik.

2. Bapak Syukron warga Desa Lomaer Kecamata Blega.

Lahan yang digunakan bapak Syukron untuk bertani organik seluas 10.000 m2 (1ha). Bapak syukron telah menggunakan pupuk organik dengan campuran pupuk kimia selama 5 tahun sejak tahun 2018. Bermula dari keinginan kuatnya untuk mendalami ilmu pertanian, bapak Syukron dipertemukan dengan seorang profesor yang ahli di bidang pertanian. Dari situlah kemudian beliau mulai belajar tentang pertanian organik. Menurutnya di masa yang akan datang, pertanian organik ini akan sangat menjanjikan, karena pupuk organik tidak akan merusak tanah. Sehingga para petani tidak hanya memeras kekayaan alam, tapi juga ikut menjaga kelestariannya.

Bapak Syukron menggunakan 15 liter pupuk organik untuk 1ha sawah. Pupuk organik tersebut dibuatnya sendiri. Beliau masih menggunakan campuran pupuk kimia juga. Rincian biaya yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel b.1

Rincian biaya bertani Bapak Syukron

No.KebutuhanHarga satuanTotal harga
1.Sewa tractor 800.000,00
2.10 tenaga kerja80.000,00800.000,00
3.20 kg bibit10.000,00200.000,00
4.2 karung urea putih 300.000,00
5.2 karung urea hitam 400.000,00
6.15 liter pupuk organik0,000,00
Total2.500.000,00

Dalam sekali panen, Bapak Syukron bisa memperoleh 8-10 ton gabah, dengan harga gabah Rp. 6.000,00 per kg. Jumlah ini sudah meningkat dibanding saat awal beralih menggunakan pupuk organik. Adapun penyebab naik turunnya hasil panen, menurutnya juga disebabkan oleh curah hujan karena sawahnya adalah sawah tadah hujan. Jika dihitung rata-rata hasil panen sebanyak 8 ton gabah, maka total laba yang diperoleh Bapak Syukron dapat dilihat melalui tabel berikut ini:

Tabel b.2

Laba hasil panen Bapak Syukron

No.JenisHarga satuanTotal harga
1.Modal awal 2.500.000,00
2.Upah pekerja panen 2.000.000,00
3.Hasil panen 8.000 kg gabah6.000,0048.000.000,00
Laba43.500.000,00

Dengan hasil panen yang cukup memuaskan tersebut, belum ada warga sekitar yang ikut berminat mengikuti langkah Bapak Syukron, namun sudah ada warga desa lain yang sudah belajar kepadanya dan mempraktikannya. Menurut Bapak Syukron, tidak ada kendala berarti dalam pertanian organik ini, hanya perlu kemauan kuat dan kerja keras saja, karena lebih banyak yang harus dilakukan seperti; membuat sendiri pupuk cair organik, dan tanaman padi harus lebih sering dikontrol karena lebih bayak gulma yang tumbuh di sawah.

Untuk mengetahui apakah membuat pupuk organik memang merepotkan dan butuh tenaga ekstra seperti apa yang disampaikan para nara sumber di atas, maka peneliti mewawancarai saudara Irfan Sarifullah salah satu anggota Konsensus Bhiruh Dheun asal Desa Dupok Kecamatan Kokop, yang pernah membuat beberapa jenis pupuk organik bersama pamannya. Menurut Irfan, pembuatan pupuk organik memang dianggap merepotkan oleh warga di sekitar rumahnya. Mereka masih asing dan tidak punya pengetahuan tentang organik.

Data tambahan

Pupuk organik yang pernah dibuat oleh Irfan diantaranya: pupuk bajaka untuk menggemburkan tanah, pupuk NPK untuk pertumbuhan, dan pupuk untuk menguatkan

akar pohon. Ketiga jenis pupuk ini dibuat dalam waktu 1 hari dengan bahan-bahan yang murah dan mudah didapatkan. Setelah 1 hari selesai dibuat, selanjutnya pupuk didiamkan dalam waktu 1-2 minggu sebelum siap untuk digunakan.

Aneka jenis pupuk ini sudah diaplikasikan di kebun pamannya untuk menanam melon dan labu organik. Hasilnya sangat memuaskan, karena biasanya labu butuh waktu yang cukup lama untuk berbuah, tapi di kebun Irfan, tanaman labunya sudah berbuah di usia 1 bulan sejak disemai. Begitu juga dengan tanaman melon yang tumbuh subur dan sudah muncul buah di usia 2 minggu. Padahal di desa itu menurut Irfan, belum pernah ada yang berhasil menanam melon. Proses berkebun juga sangat dipermudah dengan penggunaan pupuk bajaka yang bisa menggemburkan tanah. Setelah disiram bajaka beberapa kali dan ditutupi jerami busuk, tanah mulai gembur dan tidak perlu dibajak hanya butuh dicangkul saja. Paman Irfan menggunakan takaran pupuk sebanyak 1 gelas pupuk dicampur dengan 1 liter air. Setiap ada warga yang melintasi kebun selalu merasa takjub dengan hasilnya, namun tidak ada satupun dari mereka yang tertarik untuk ikut belajar membuat pupuk organik.

Akan tetapi kendalanya adalah paman Irfan merasa sendirian. Beliau mengajak Irfan untuk bersama-sama menggarap lahan organik tersebut, namun Irfan masih aktif kuliah. Akhirnya kebun organiknya tidak dilanjutkan lagi, karena persedian pupuk sudah habis.

F. Analisa Data.

Dari data yang sudah dipaparkan di atas, kita bisa menghitung selisih biaya antara pertanian organik dan pertanian kimia. Walaupun bapak Holil dan bapak Syukron belum melakukan pertanian organik secara penuh, namun biaya yang dikeluarkan oleh mereka sudah jauh lebih hemat dibanding para petani kimia. Selain biaya yang lebih hemat, mereka juga mampu menjaga kesuburan lahannya serta hasil panennya pun jauh lebih banyak dan bagus, sehingga bisa lebih memakmurkan ekonomi keluarganya.

Kita bisa membuat perbandingan pertanian bapak Syukron petani organik dan bapak Siha petani kimia yang sama-sama memiliki lahan seluas 1ha di musim tanam yang sama seperti berikut ini:

Tabel F.1

Perbandingan laba pertanian organik bapak Syukron dan pertanian kimia bapak Siha

No.JenisBapak SyukronBapak Siha
1.Modal4.500.000,009.500.000,00
2.Hasil panen48.000.000,0018.600.000,00
3.Laba43.500.000,009.100.000,00

Dari tabel di atas, terlihat bahwa bapak Syukron bisa memperoleh hasil panen hampir lima kali lipat atau hampir 500% lebih banyak dibanding hasil panen bapak Siha. Jika dibuat prosentase antara modal dan laba, maka bapak Syukron bisa menghasilkan laba hingga hampir 1000% dari modal yang digunakan. Sedangkan bapak Siha hanya bisa menghasilkan laba hampir 100% dari modal.

Selanjutnya prosentase hasil panen pertanian bapak Holil saat masih penuh menggunakan pupuk kimia dengan modal Rp.1.090.000,00 hasil panen yang diperoleh sebesar Rp.2.880.000,00, maka bapak Holil memperoleh laba 165% dari modal. Sedangkan saat bapak Holil beralih menggunakan pupuk organik, dengan modal Rp.410.000,00 hasil panen yang diperoleh sebesar Rp.4.880.000,00 yang artinya beliau mampu memperoleh laba sebesar lebih dari 1000% dari modal yang dipakai.

Untuk pertanian bapak Ghozali, dengan modal Rp.2000.000,00 menghasilkan pendapatan kotor sebesar Rp.9.000.000,00 yang artinya bapak Ghozali memperoleh laba sebesar 450% dari modal. Sedangkan untuk pertanian ibu Sayyidah, dari modal Rp.1000.000,00 hasil panen yang diperoleh sebesar Rp.2000.000,00, maka ibu sayyidah mendapatkan laba 100% dari modalnya. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pertanian kimia bapak Siha dan bapak Holil.

Dari penjelasan di atas dapat terlihat bahwa dengan pertanian organik, para petani justru bisa memperoleh laba yang jauh lebih besar dibanding pertanian kimia. Namun keberhasilan panen ini tidak hanya disebabkan oleh penggunaan pupuk organik saja. Faktor cuaca, jumlah air, dan cara menanam bibit padi juga sangat menentukan tingkat keberhasilan panen. Sayangnya tidak semua petani menyadari bahwa ada yang salah dengan cara menanam padi mereka. Dan walaupun mereka mengetahui berbagai keunggulan pertanian organik, minat untuk bertani organik sangat rendah.

Jika mempertimbangkan beberapa hal berikut:

  1. Resiko kelangkaan pupuk kimia yang bisa menyebabkan gagal panen seperti yang pernah dialami oleh bapak Siha;
  2. Harga pupuk kimia yang terus naik;
  3. Penggunaan pupuk kimia yang melebihi dosis hingga dua kali lipat dari ketentuan pemakaian seperti yang dilakukan para petani kimia di atas adalah bentuk eksploitasi tanah yang akhirnya menyebabkan berbagai masalah tanah, seperti penurunan kesuburan tanah, tanah menjadi kering dan tandus, serta berkurangnya keragaman hayati seperti ikan dan belut yang dulu sering ditemui di sawah;
  4. Pupuk organik yang terbukti mampu menjaga kesuburan tanah adalah salah satu bentuk menjaga kelesatarian alam dan proses pertanian bisa terus berlanjut dengan aman;
  5. Pupuk organik yang murah dan mudah pembuatannya bisa membuat biaya bertani jauh lebih hemat dan sudah seharusnya para petani sebagai pelaku usaha, memiliki strategi untuk mengamankan bahan baku utamanya sehingga tidak akan menimbulkan kekhawatiran akibat kelangkaan pupuk kimia;
  6. Laba pertanian organik yang bisa mencapai hingga 1000% dari modal;

Dari ini semua, walaupun pertanian organik lebih membutuhkan tenaga ekstra dibanding pertanian kimia, namun manfaat dan keuntungan yang bisa didapatkan juga sebanding bahkan jauh lebih besar dari kerja keras yang telah dilakukan. Oleh karena itu, pertanian organik justru sangat menguntungkan dan jauh lebih bisa memakmurkan ekonomi petani, dan sudah selayaknya para petani untuk mulai beralih kepada pertanian organik.

Keengganan para petani untuk beralih ke pertanian organik salah satunya disebabkan karena mereka merasa tidak punya pengetahuan tentang pertanian organik. Namun walaupun telah menyadari hal tersebut, tidak ada usaha dari para petani tersebut untuk belajar meningkatkan kapasitas mereka. Hal ini perlu ditelusuri lebih dalam lagi mengapa mereka terkesan lambat dalam belajar dan menjalankan usaha pertaniannya dengan hanya mengikuti apa yang sudah berjalan di masyarakat pada umumnya, walaupun hasil panen yang diperoleh tidak maksimal. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut tentang minat petani ini, agar bisa dirancang bentuk kegiatan yang bisa mendukung peningkatan kapasitas petani, sehingga tercipta inovasi pertanian yang sehat, ramah lingkungan dan menyejahterakan kehidupan para petani.

G. Kesimpulan

Dari analisa data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

Pertanian dengan pupuk organik terbukti lebih hemat dibanding pertanian yang menggunakan pupuk kimia. Dengan pertanian organik, petani bisa memperoleh laba hingga 1000% dari modal yang digunakan. Sedangkan dengan pertanian kimia, para petani hanya memperoleh laba 100-450% dari modal yang digunakan. Namun keberhasilan panen tidak hanya ditentukan oleh pupuk saja. Faktor cuaca, jumlah air dan pengetahuan cara bertani yang benar, juga sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan panen. Semua faktor tersebut harus terpenuhi agar hasil panen bisa maksimal.

Penggunaan pupuk organik terbukti mampu menjaga kesuburan tanah dan kelestarian alam. Sedangkan penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus terbukti bisa menurunkan tingkat kesuburan hingga menjadikan tanah kering tandus, sehingga bisa merusak kelestarian alam dan mengurangi keanekaragaman hayati di dalamnya.

Dengan berbagai keunggulan pertanian organik, sudah selayaknya para petani mulai beralih kepada pertanian organik.

Pengetahuan para petani kimia terhadap ilmu pertanian sangat rendah. Minat mereka untuk bertani organik juga rendah. Perlu tindak lanjut dari pemerintah atau pihak-pihak yang peduli terhadap kaum petani untuk menemukan faktor apa saja yang menyebabkan rendahnya minat petani tersebut, sehingga bisa dibentuk kegiatan yang cocok dan sesuai dengan kondisi para petani, yang akhirnya mereka mau dengan kesadaran dirinya sendiri untuk terus meningkatkan kapasitasnya dan melakukan pertanian organik agar tercipta inovasi pertanian yang sehat, ramah lingkungan serta dapat lebih memakmurkan kehidupan para petani itu sendiri.

*** Tim Peneliti Pertanian Konsensus Bhiruh Dheun Bangkalan

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Pegiat Literasi Bangkalan Madura

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer Minggu ini