Menjadi Alif-Menjalani Huruf Setelahnya

Dulu sekali, Saya pernah mendengarkan ungkapan, bahwa cara mengaji orang dulu dengan sekarang berbeda sekali, hanya sama pada permulaan, yakni mulai mengenal huruf hijaiyah dari Alif, ba’, Ta’ dan seterusnya sampai Ya’.

Perbedaannya, ada pada kualitas dan durasi mengaji. Secara kualitas, orang dulu tidak hanya sekedar tahu bahwa ini Alif, ini ba’, dan ini ta’, artinya tidak berhenti pada isyarat huruf, melainkan lebih dalam lagi menyentuh pada isyarat makna huruf hingga filosofinya.

Sedangkan mengenai durasi mengaji, memang dijadikan syarat seseorang mendapatkan ilmu. Selain itu, harus cerdas, tabah, sabar, mempunyai bekal, dan sikap tawaddhu’ kepada yang mengajarinya. Hampir semua ulama atau cendikiawan membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi seseorang mumpuni dalam keilmuan.

Seperti apakah cara mengaji orang dulu? Konon seperti di bawah ini;

Huruf pertama dalam huruf Hija’iyah, adalah Alif, berbentuk seperti tiang, atau cagak tegak, yang berdiri vertikal. Mempelajari alif dengan isyarat makna huruf, bisa kita jadikan analogi bahwa yang perlu dipelajari dan dipupuk dalam diri, adalah Tauhid. Ketauhidan mengandung isyarat agar seseorang harus konsistensi/istiqamah dalam ucapan dan tindakan.

Dari keauhidan, menegaskan atas kemurnian pemahaman keberadaan Sang Wujud Hakiki. Sementara, konsistensi/istiqamah perwujudan nyata dari sempurnanya ketauhidan. Ungkapan “Lailaha Illallah” bisa dimaknai tiadanya keterikatan dan ketergantungan diri kita kepada selain Wujud Hakiki.

Setelah ngaji huruf Alif ini selesai, barulah dilanjutkan pada huruf ba’, dan huruf-huruf setelah Alif berhubungan dengan pilihan kita dalam menjalani hidup, mau menjadi ba’, ta’ atau tsa’ dan lain-lain, semua dikembalikan kepada orang yang sudah memahahi huruf Alif dengan benar.

Setelah seseorang sudah memahami huruf Alif, maka akan lebih gampang memahami makna keseluruhan Al-Qur’an, yang konon ada pada ayat pertama di dalam Al-Qur’an, yaitu; Bismillahirrahmanirrahim (Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”).

Sedangkan makna Bismillahirrahmanirrahim, ada pada huruf pertama dalam ayat tersebut, yaitu; huruf ba’. Secara bentuk, huruf ba’ layaknya perahu tanpa muatan, titiknya berada di bawah atau di luar perahu, yang mengandung filosofi manusia akan selamat dalam menyebrangi lautan dunia menuju akhirat, jika menjalaninya tanpa muatan apapun.

Maka sangat wajar, jika berislam dengan sederhana hanya perlu iman dan beramal sholeh. Itulah inti dari ajaran Islam. Bahkan dalam semua ajaran yang tersebar dalam kitab suci apapun, bahwa penentu keselamatan hanya iman dan amal sholeh. Demikianlah, isyarat makna dari huruf ba’, dan setelah melewati kajian huruf Alif dan ba’, bisa dilanjutkan ke huruf Ta’.

Huruf Ta’, bentuknya sama dengan ba’, bedanya pada titik yang berada di atas, dan jumlahnya dua. Bisa dianalogikan dengan perjalanan hidup seseorang layaknya sampan, sewaktu-waktu perlu juga untuk membawa sesuatu, tapi jangan sampai muatan menyentuh sampan. Resminya, menulis huruf Ta’ harus ada dua titik di atasnya, dan tidak boleh menyentuh lengkungannya. Artinya, jangan sampai hati seseorang melekat pada muatan. Muatan penting, tapi hanya sarana yang tak bisa di bawa mati. Biarkan hati kita hanya butuh pada Allah secara mutlak, selainnya tempatkan sebagai sarana saja.

*** Penulis: Muniri Faqod (Direktur Konsensus Bhiruh Dheun Bangkala)

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Pegiat Literasi Bangkalan Madura

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer Minggu ini